Sunday 8 January 2017

Papa

That's what I should call him, if only he's still alive.

Papa saya, Hari Pratomo Satio, meninggal pada hari Kamis, 19 April 1990. Tepat seminggu sebelum ulang tahun pertama saya di dunia ini. Meninggal saat tidur, setelah sahur dan sholat subuh. Serangan jantung atau angin duduk, only God knows.

Sedihkah saya? Pasti. Walaupun saat itu saya belum mengerti apa-apa. Walaupun rasa sayang dan rasa memiliki seorang ayah seperti belum terjalin, tapi rasa merindukan itu ada.

Marahkah saya? Pasti pernah. Ada saatnya saya merasa Tuhan sangat tega karena mengambil papa saya secepat itu, bahkan sebelum saya sempat mengenalnya.
Iri ketika teman menceritakan soal perilaku lucu ayahnya. Iri ketika melihat orang lain sangat bangga dengan ayahnya. Iri, karena bahkan saya tidak tau apa rasanya berinteraksi dengan papa saya. Walaupun tidak semua cerita tentang ayah orang lain adalah cerita gembira, tapi kadang masih ada rasa iri. Iri karena tidak tau apa rasanya memiliki ayah. An empty space in my heart that will never be filled.

Di lain sisi, saya bersyukur.

Saya bersyukur karena sosok papa yang saya tau adalah orang yang baik dan dirindukan oleh teman dan saudara-saudaranya. Salah satu jalan saya mengenal papa adalah dengan mendengar cerita, kebanyakan dari om tante, eyang, dan mama tentunya. Semua adalah cerita yang baik, tentang nakalnya, isengnya dan kebaikan hatinya. Kebanyakan tentang isengnya sih :')

I love you, Papa.

Sekarang saya hanya bisa merelakan dan mendoakan.

Allahummaghfirli wa liwalidayya warhamhumaa kamaa robbayaani shoghiiroo.

No comments:

Post a Comment