Tuesday 29 June 2010

21

Kurang lebih sudah 2 bulan saya menyandang umur 21. Ya, 21 adalah umur yang dianggap sudah dewasa baik dari segi fisik maupun emosional. Di angka ini pula seseorang telah dianggap menemukan titik kebijaksanaan dalam hidupnya.


Tapi oh tapiii........... Kenapa ya saya tidak merasa seperti itu?


Dari segi emosional dan kedewasaan saya merasa ada kemajuan walaupun sebagai manusia tentu gak akan pernah sempurna. Dari segi fisik... Nah, itu dia. Sejak SD sampai sekarang jadi mahasiswi semester 6 pertumbuhannya hampir statis! Tinggi maupun berat gak jauh beda. Baju umur 12 masih bisa dipake di umur 21 ini. Miris =(


Muka menua tentunya, tapi kalau dibanding jaman SMP, lagi-lagi hampir statis!
Sisi positifnya:
Berarti saya awet muda dong =p
Sisi negatifnya:
Kadang iri ngeliat orang-orang yang saya kenal terlihat bertambah dewasa, dandan, kulit perawatan, rambut pun lebih terawat, semakin cantik deh intinya. Sedangkan saya??? Masih begini-begini aja


Memang sampai detik ini saya masih sangat awam dalam hal-hal kecantikan. Terakhir kali ke salon? Kira-kira 6 bulan yang lalu. Itupun cuma creambath. Belum pernah seumur hidup nyobain selain potong, creambath, catok dan ergh... smoothing. Manicure pedicure, hair mask, luluran, dll belum pernah. Sampai saya gak tau jaman sekarang pelayanan apalagi yang ada di salon. Dokter muka? Apalagi. Ngeliat muka dokternya aja belum pernah. Mau sih nyobain semua itu... Cuma entahlah, masih ragu. Tapi mau! Tapi ragu. Hmm

Monday 21 June 2010

LM - A - CT

Ya, siapa yang gak tau? Belakangan ini beritanya terus muncul di televisi, mulai dari infotainment sampai berita, dari orang awam sampai tokoh agama, bahkan para elit politik dan hukum pun ikut angkat bicara. Sekarang giliran saya, saya akan angkat bicara.

Pertama, kalau itu benar mereka, maka saya sangat menyayangkan. Menyayangkan segala kecerobohan mereka. Melakukan - memvideokan - menyimpan videonya - kehilangan laptop - beredar di masyarakat luas. Kalau hanya sampai tahap ke 3, oke, mereka salah, mereka berdosa (dan semua manusia juga pernah berdosa) tapi itu dosa mereka, dosa yang harus mereka pertanggungjawabkan kepada Tuhan. It's none of anyone's business. Cukup masing-masing dari mereka dan Tuhan. 2 tahap terakhir mungkin yang membuat ini menjadi skandal. Skandal yang sudah besar tapi masih terus dibesar-besarkan.
Kedua, apa sih yang membuat masyarakat terus-menerus menghebohkan masalah ini? Apa yang menurut mereka sangat merugikan? Perbuatannya atau peredarannya? Saya capek, bangun di pagi hari dan (lagi-lagi) disuguhi berita tentang mereka. Kenapa juga ada sebagian entah ormas entah masyarakat non organisasi yang sampai mendemo kafe bahkan rumah orang tua mereka? Sampai mengusir dari kota kelahirannya. Ada juga pemerintah setempat yang mencekal mereka untuk datang. Kenapa? Sebelumnya mungkin juga orang-orang itu mengidolakan mereka. Inilah bukti bahwa sebagian masyarakat Indonesia suka membesarkan aib orang lain, suka melihat orang menderita, suka ikut campur, merasa paling gak punya salah, dan mempunyai reaksi yang berlebihan. Hiperbol! Ada lagi orang yang jelas-jelas dulu aibnya terkuak dan sekarang menguak-nguak aib orang lain. Siapa lagi kalau bukan si pengacara 'kondang'. Maksud saya, hellooo... Situ siapa sih? Gak ada hubungan gak ada apa, gak dirugikan pula, kok tiba-tiba ngotot pengen mempidanakan mereka.
Ketiga, tolonglah. Jangan hobi menghakimi orang lain. Berpendapat boleh, sangat boleh. Tapi kalau untuk menghakimi... Coba deh pikir lagi. Gimana kalau kita yang ada di posisi mereka? Jangan bilang "Ah, gak bakalan". You'll never know.

Kalau saya ditanya "Siapa yang salah kalau begitu?". Maka saya akan menjawab "Pengedarnya". Kenapa begitu? Menurut saya, apa yang mereka lakukan, asal untuk konsumsi pribadi mereka dan selama tidak merugikan saya, yasudah! Bukan urusan saya!

Thursday 10 June 2010

Fleksibilitas vs Kebiasaan

Hari ini saya akan menulis tentang diri saya sendiri. Ya, saya sendiri. Boleh kan? Boleh dong. Gapapa kan? Gapapa dong :p
Saya akan membahas tentang kesukaan yang berubah menjadi kebiasaan lalu berujung menjadi peraturan bagi diri sendiri.


  1. Setiap makan memakai sendok garpu, baik di rumah atau di mana pun, saya akan mencari yang ujung gagang sendok dan garpunya sama.
  2. Saya lebih suka memulai sesuatu dari awal. Bisa dari tanggal awal hari, awal minggu, awal bulan, dan awal tahun.
  3. Ketika akan (misalnya) mencatat, saya akan menulis tanggal terlebih dahulu. Jika saya salah menulis tanggal, maka mood mencatat saya buyar.
  4. Saya memang tidak begitu rapih, tapi saya menyukai sesuatu yang teratur, kronologis, dan berdasar abjad.
  5. Mengenai angka, saya lebih menyukai angka yang digenapkan. Kelipatan 5 atau 10. Maka sebisa mungkin saya akan menggenapkan apapun yang berjumlah.
(to be continued)